DEPHUT ALIHKAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN PELESTARIAN ALAM KE DKP

DEPHUT ALIHKAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN PELESTARIAN ALAM KE DKP

Sebagai tindaklanjut UU No. 31 tahun 2004 tentang Perikanan, dan UU No.27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, serta Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumberdaya Ikan, kewenangan pengelolaan Kawasan Suaka Alam (KSA) dan Kawasan Pelestarian Alam (KPA) hari ini diserahterimakan dari Departemen Kehutanan kepada Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP). Serah terima kedua kawasan ini karena DKP dinilai sebagai departemen teknis yang memiliki visi dan misi serta kewenangan di bidang kelautan dan perikanan, termasuk didalamnya pengelolaan konservasi sumberdaya ikan dan lingkungannya sehingga pengelolaan kawasan konservasi perairan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pengelolaan perikanan berkelanjutan. Serahterima kedua kawasan dilakukan secara resmi oleh Menteri Kehutanan, M.S. Kaban kepada Menteri Kelautan dan Perikanan, Freddy Numberi di Gedung Manggala Wanabakti, Jakarta (4/3).


Pengalihan KSA dan KPA meliputi 8 (delapan) lokasi, yaitu: (1) kawasan Perairan Laut Banda seluas 2.500 Ha, (2) sebagian Kepulauan Aru Bagian Tenggara dan Laut di sekitarnya seluas 114.000 Ha Maluku, (3) kawasan Perairan Kepulauan Raja Ampat di Papua dan laut sekitarnya seluas 60.000 Ha, (4) Pulau Gili Ayer, Gili Meno, dan Gili Trawangan di NTB seluas 2.954 Ha, (5) Kepulauan Kapoposan dan laut sekitarnya seluas 50.000 Ha, (6) Kepulauan Padaido beserta perairan sekitarnya seluas 183.000 Ha, (7) Kepulauan Panjang di Irian Jaya seluas 271.630 Ha, dan (8) Pulau Pieh di Sumatera Barat dan perairan sekitarnya seluas 39.900 Ha.


Sebelumnya, kerjasama DKP dan Departemen Kehutanan di bidang konservasi sudah diinisiasi sejak tahun 2003 melalui kesepakatan bersama  antara Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Dephut dengan Dirjen Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, DKP tentang pelaksanaan kegiatan di 6 (enam) taman nasional, yang meliputi kegiatan penguatan zonasi taman nasional, penguatan pengembangan dan penelitian, sumberdaya alam hayati, penguatan sosial ekonomi masyarakat di sekitar taman nasional, pengembangan wisata alam bahari, pengembangan sumberdaya manusia, pengembangan informasi dan promosi serta peningkatan kapasitas pengawasan kawasan. Selain itu, pengembangan kerjasama dilakukan juga dalam program rehabilitasi dan pengelolaan terumbu karang (COREMAP II).


Dalam UU No. 31 Tahun 2004, salah satunya diatur mengenai konservasi sumberdaya ikan dan lingkungannya yang dilakukan melalui konservasi ekosistem, konservasi jenis dan konservasi genetik ikan. Konservasi sumber daya ikan tidak dapat dipisahkan dengan pengelolaan sumberdaya ikan dan lingkungannya secara keseluruhan karena karakteristiknya yang mempunyai sensitivitas tinggi terhadap pengaruh iklim global maupun iklim musiman serta aspek-aspek keterkaitan (connectivity) ekosistem antar wilayah perairan baik lokal, regional maupun global berdasarkan prinsip kehati-hatian dengan dukungan bukti-bukti ilmiah.
Keanekaragaman hayati laut Indonesia sudah cukup dikenal di dunia sehingga dikenal sebagai megadiversity country, terletak di pusat segi tiga terumbu karang (coral triangle). Oleh karena itu, Presiden RI telah mendeklarasikan Coral Triangle Initiative (CTI) di Australia pada konferensi Asean Pacific Economic Conference (APEC) tahun 2007.. Deklarasi CTI tersebut menjadi momen penting bagi bangsa Indonesia. Sebagai inisiator CTI, Indonesia bersama 5 negara (Malaysia, Philipina, Papua New Guinea, Timor Leste, dan Solomon Islands) yang memiliki kekayaan keanekaragaman hayati paling kaya di planet bumi untuk bersama melestarikan dan mengembangkan pemanfaatan laut secara berkelanjutan melalui pembentukan Segitiga Terumbu Karang atau CTI. Segitiga terumbu karang tersebut mencapai luas 75.000 km2, memiliki lebih dari 500 spesies terumbu karang dan dihuni oleh lebih dari 3000 spesies ikan.


Pengembangan program konservasi sumberdaya ikan dan lingkungannya telah tercantum dalam rencana strategis (Renstra) dan rencana pembangunan jangka menengah (RPJM) 2010 – 2014 DKP. Upaya yang dilakukan antara lain dengan mendorong pembentukan kelembagaan dan pengembangan sumberdaya manusia yang handal di bidang kelautan dan perikanan. Sebagai implementasi kebijakan tersebut antara lain dengan mengembangkan Unit Pelaksana Teknis di bidang Konservasi Sumberdaya Ikan dan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Sebagai bentuk implementasinya, DKP telah membentuk 7 Unit Pelaksana Teknis (UPT) dalam bentuk Balai dan Loka Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut, serta Balai  dan Loka Kawasan Konservasi Perairan Nasional, sehingga pembentukan UPT tersebutdapat meningkatkan kinerja pengelolaan kawasan konservasi, termasuk pengelolaan 8 KSA dan KPA. Kedepan, Management Authority CITES di bidang konservasi sumberdaya ikan sebagaimana mandat Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2007 juga dapat diserahkan dari Dephut kepada DKP.

Sumber www. dkp.go.id

Tinggalkan komentar